Jumat, 21 Maret 2008

Bung Karno, Wartawan dan Dunia Pers Indonesia

Bung Karno melahirkan Sejumlah Gagasan-gagasan besar Tentang perjuangan Untuk kepentingan Rakyat

Catatan :

Roy Fachraby Ginting, SH,M.Kn




Dari Soekarno Kepada Jenderal Soeharto....

Naiknya Suharto di tampuk pimpinan negara dengan menggulingkan Bung Karno, serta dengan didirikannya rezim militer dan Orde Baru, yang mengakibatkan nama Indonesia menjadi terpuruk di mata banyak gerakan rakyat Asia-Afrika dan dunia. Penggulingan Bung Karno yang didahului oleh pembunuhan jutaan warganegara Indonesia, dengan peritiwa G30 SPKI serta diiringi pula dengan pemenjaraan ratusan ribu orang, yang tidak bersalah selama puluhan tahun, yang mereka anggap sebagai musuh dan noda besar atau dosa monumental yang tidak bisa diampuni sehingga harus mati secara menyedihkan di pulau Buru, penjara penjara tahanan militer yang kejam dan sadis serta pembunuhan pembunuhan yang mempergunakan rakyat dengan dalih PKI.

Ketokohan dan nama besar Bung Karno, sebagai pemimpin bangsa tidak bisa ditiru atau digantikan oleh Jenderal Suharto yang di kenal sebagai tokoh Orde Baru. Karena, ketokohan Bung Karno ini telah dibangun dalam perjuangannya sejak tahun 1926, dan sejak dalam penjara Sukamiskin di Bandung. Ketokohannya ini sudah muncul dalam Indonesia Menggugat. Dengan latar-belakang sejarah yang ini saja sudah nampak perbedaannya yang besar dengan ketokohan ala Jenderal Suharto. Kepemimpinan Suharto selama Orde Baru makin menunjukkan dengan jelas perbedaan yang besar antara mereka.

Kalau Bung Karno melahirkan sejumlah gagasan-gagasan besar tentang perjuangan untuk kepentingan rakyat dan pembangunan bangsa yang di antaramya adalah Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 yang menjadi dasar negara Republik Indonesia sampai saat ini, maka pengalaman selama lebih dari 32 tahun menunjukkan bahwa Suharto serta kawan-kawannya di masa pemerintahan Orde Baru dengan partai Golkar sebagai alat politik yang tetap menang Pemilu selama 32 tahun pemerintahannya, tidak bisa menciptakan gagasan-gagasan besar.

Bahkan sebaliknya, Suharto beserta pemerintahan Orde Baru dan Golkar-nya telah merusak gagasan-gagasan besar Bung Karno, yang akibatnya adalah terjadinya kemiskinan bangsa yang tidak pernah tuntas dengan peninggalan hutang luar negeri yang demikian besar serta terjadinya korupsi yang menggurita dan merajalela seperti yang sedang dihadapi oleh bangsa dan negara kita dewasa ini.

Dengan melihat latar-belakang yang demikian, maka orang bisa mengerti mengapa setelah Bung Karno digulingkan oleh para pendiri Orde Baru, maka banyak hal yang bersangkutan dengan KWAA atau PWAA kemudian juga seolah-olah menghilang dari persoalan bangsa Indonesia. Disebabkan oleh politik Orde Baru, maka semakin lama semakin banyak orang yang melupakannya. Bahkan, banyak orang yang sekarang ini tidak tahu bahwa ada peristiwa yang begitu penting dalam sejarah dunia pers dan kewartawanan Indonesia dalam skala tingkat internasional, khususmya dalam menyuarakan perjuangan rakyat Asia Afrika yang sedang berjuang merebut kemerdekaan dan kebebasannya sebagaimana semangat konprensia Asia Afrika di Bandung.

Politik Orde Baru adalah, sebisa mungkin dengan segala cara mengkerdilkan atau menghilangkan peran Bung Karno dalam segala hal, termasuk juga hal-hal yang berkaitan dengan terselenggaranya KWAA. Orde Baru melihat hubungan yang erat antara politik Bung Karno dengan arah politik Konferensi Bandung dan arah politik yang dianut oleh KWAA dan PWAA.

Di antara cara-cara untuk mengkerdilkan atau menghilangkan peran Bung Karno adalah, antara lain disebarkannya fitnah, insinuasi, atau ungkapan-ungkapan negatif seperti Bung Karno adalah megalomaniac gila terhadap segala yang besar, seorang demagog atau pembangkit semangat rakyat demi kekuasaan, seorang yang suka menonjolkan diri, seorang yang menyukai kultus individu, seorang yang mengutamakan gebyar, dan segala macam cap negatif lainnya, yang selama ini sudah kita dengar.

Namun, adalah sayang sekali bahwa peristiwa yang penting ini tidak pernah diperingati secara layak sejak lahirnya Orde Baru. Gara-gara politik anti-Sukarno yang dianut Orde Baru, maka para wartawan Indonesia pun banyak yang takut, atau enggan, untuk menulis soal konferensi besar yang pernah menjadi kebanggaan nasional dan internasional ini. Di samping itu, mungkin tidak banyak lagi bahan atau dokumen tentang KWAA ini yang bisa ditemukan sekarang ini. Ada baiknya wartawan Indonesia kembali menggali peranan pers dan wartawan Indonesia di forum internasional.

Maka sudah sewajarnya kalau Wartawan dan journalis Indonesia mengenang dan mengabadikan nama besar Bung Karno yang pada jamannya telah turut mengambil andil yang mbesar dalam mengangkat harkat dan martabat wartawan Indonesia

Catatan penulis ;

Penulis adalah Mantan wartawan Calon Anggota PWI kota Medan, pernah menjadi wartawan Harian Medan Pos, SKM Taruna Baru, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi karo Post

Tidak ada komentar: